EMPAT KUNCI SUKSES PENGELOLAAN LAHAN RAWA PASANG
SURUT UNTUK USAHA PERTANIAN BERKELANJUTAN
Suryanto Saragih
Balai Penelitian
Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA)
Jl Kebun Karet,
Lotabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan,
E-mail: saragihsijabat@gmail.com
Tilp/fax: 0511
4772534, HP: 08125005379
LATAR BELAKANG
Lahan
rawa pasang surut merupakan lahan marginal yang memiliki potensi cukup besar
untuk pengembangan pertanian khususnya untuk pengembangan tanaman pangan. Luas lahan
ini di Indonesia diperkirakan mencapai 20,11 juta hektar, sekitar 9,53 juta
hektar diantaranya berpotensi sebagai areal pertanian, sudah direklamasi
sekitar 4,186 juta hektar sehingga diperkirakan masih tersedia 5,344 juta
hektar yang bisa dimanfaatkan menjadi areal pertanian, sedangkan dari 4.186
juta ha yang telah direklamasi juga belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sebagai lahan marginal, memanfaatkan lahan rawa
pasang surut untuk usaha pertanian memang tidak semudah memanfaatkan
lahan-lahan subur yang selama ini banyak dimnfaatkan untuk usaha pertanian
seperi lahan irigasi dan lainnya. Salah satu dai ciri kemarginalan lahan ini
adalah tingkat kemasaman tanah yang tinggi (pH < 4), kandungan besi (Fe2+) cukup tinggi dan
lapisan pirit yang dangkal. Oleh karenanya dalam mengelola lahan ini menjadi
lahan pertanian terlebih dahulu harus
ketahui sifat dan karakteristiknya yang khas tersebut. Jika salah kelola akan berakibat
fatal dan memerlukan biaya dan waktu yang lama untuk memperbaikinya.
Ada
4 kunci sukses pengelolaan lahan rawa
yang selain dapat meningkatkan produktivitasnya juga dapat melestarikan
kesuburan tanah sehingga pertanian berkelajutan (sustainable agricultural) dapat
dicapai. Adapun keempat kunci sukses dimaksud adalah: (1) Pengelolaan air; (2) Penataan
lahan; (3) Pemilihan Komoditas adaptif dan prospektif dan (4) Penerapan
teknologi budidaya yang sesuai.
1. PENGELOLAAN
AIR
Kunci
utama keberhasilan pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian adalah
pengelolaan air’. Sistem pengelolaan air yang sesuai di lahan pasang surut
adalah sistem satu arah
pada lahan-lahan tipe A dan B, dan sistem konservasi pada lahan tipe C dan D. Secara specifik pengelolaan air di lahan pasang surut bertujuan untuk :
(1) Memenuhi kebutuhan air pada penyiapan lahan, (2) Memenuhi kebutuhan air untuk pertumbuhan
tanaman, (3) Memberikan suasana kelembaban yang ideal bagi pertumbuhan
tanaman dengan mengatur tinggi muka air
tanah, (4) Memperbaiki sifat fisiko-kimia
tanah dengan cara mencuci zat-zat yang bersifat meracun bagi tanaman,
(5) Mengurangi semaksimal mungkin terjadinya oksidasi pirit pada tanah sulfat; (6)
Mencegah terjadinya proses kering tak balik pada gambut, (7) Mencegah
terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence) terlalu cepat; dan (8) Mencegah
masuknya air asin ke petakan lahan.
Penerapan sistem tata
air satu arah pada lahan tipe luapan A dan B dapat dilakukan dengan
menggunakan pintu air otomatis
pada tingkat saluran sekunder/ tersier yang berfungsi untuk memisahkan fungsi
saluran antara sekunder/tersier untuk saluran irigasi dan untuk saluran
drainase. Air masuk pada saat pasang masuk melalui saluran irigasi dengan
mendorong pintu air otomatis, sementara pintu pada saluran sekunder/tersier
drainase akan tertutup. Sebaliknya pada saat air surut, pintu air pada saluran sekunder/tersier
irigasi akan tertutup akibat dorongan air balik, sementara pada saluran
sekunder/tersier drainase arus air balik akan mendorong pintu air menjadi
terbuka sehingga air bebas keluar. Dengan demikian sirkulasi air pada tingkat
lahan pertanaman dan pencucian dapat berlangsung dengan baik (Gambar 1) dan
model pintu otomastis seperti pada Gambar 2.
Gambar
1. Denah model pengelolaan air satu arah di lahan rawa pasang surut.
Gambar 2. Model Pintu
air Otomatis pada saluran sekunder/tersier.
Pada
lahan dengan tipe C dan D pengelolaan air dilakukan dengan sistem konservasi
dengan menggunakan Tabat. Pada awal musim penghujan, tabat dibiarkan terbuka
dengan tujuan agar air hujan yang jatuh setempat akan mendorong racun-racun
hasil oksidasi besi selama musim kemarau. Setelah puncak musim hujan tabat
dipasang agar air hujan insitu dapat dipertahankan pada tingkat lahan maupun
pada saluran dan watertable (muka air tanah) dapat dipertahankan tinggi agar
oksidasi lapisan pirit dapat dicegah. Tabat dapat dibuat dari beton dengan
pintu dari lembaran papan atau tabat
sederhana dari papan (Gambar 3). Untuk mempertahankan tinggi air pada tingkat
saluran maupun lahan dapat disetel dari tinggi papan yang dipasang.
2.
Penataan Lahan
Guna mengoptimalkan pengembangan lahan rawa pasng surut untuk usaha
pertanian yang sekaligus meningkatkan diversifikasi hasil pertanian dan
pendapatan, maka perlu dilakukan penataan lahan. Adapun tujuan penataan lahan adalah
untuk : (1) mengurangi resiko kegagalan total dalam usaha tani; (2)
meningkatkan keragaman usaha tani melalui difersifikasi tanaman; (3)
meningkatkan pendapatan usaha tani melalui difersifikasi tanaman; (4)
mempertahankan kesuburan tanah. Penataan lahan di lahan rawa pasang surut dapat
dilakukan berdasarkan kepentingan dan keadaan tipologi lahan.
Gambar 3. Model pintu
tabat pada lahan tipe C dan D.
(1)
Tabat dari beton pada tingkat saluran sekunder/tersier; (2) Tabat sederhana
dari Kayu Ulin pada tingkat saluran tersier/kuarter
Dikenal
ada 4 model penataan lahan, yaitu (1) sistem sawah; (2) Sawah – Surjan; (3)
Sawah – Tukungan; dan (4) tegalan/kebun. Jenis penataan lahan yang akan
diterapkan harus disesuaikan dengan tipe luapan dan tipologi lahan. Penataan
lahan dengan sistem sawah dianjurkan untuk lahan-lahan yang termasuk dalam tipe
luapan A atau dekat dengan muara sungai dimana luapan pasang baik pasang besar
(pasang tunggal) maupun pasang kecil
(pasang ganda) terasa hingga lahan pertanaman atau pada lahan dengan kedalaman
pirit dngkal (< 50 cm).
Penataan
lahan dengan sistem Sawah – Surjan
dianjurkan pada lahan baik tipe luapan A, B, dan C dengan catatan
memiliki kedalaman pirit > 60 cm. Surjan dibuat dengan cara meninggikan sebagian
lahan dengan menggali atau mengeruk
tanah di sekitarnya. Bagian lahan yang ditinggikan disebut tembokan (raise beds), sedang
wilayah yang digali atau di bawah disebut tabukan (sunkens beds). Lebar
tembokan dibuat sekitar 2-3 m dan tinggi
0,50-0,75 m, sedangkan tabukan dibuat
dengan lebar 8-15 m. Pada sisi kiri dan kanan surjan sebaiknya dibuat saluran
dengan lebar 0,5 m dan kedalaman 0,5 m yang akan berfungsi menjaga kelembaban
surjan atau tempat pengambilan air untuk menyiram tanaman disurjan pada saat
diperlukan. Setiap hektar lahan dapat dibuat sekitar 6-10 tembokan (sekitar
0,06 – 0,12 % total lahan) dan 5-9 tabukan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi Fe tanah pada surjan dengan jarak antar surjan 9; 11 dan 14 m tidak
berbeda. Konsentrasi Fe
tanah pada sistem guludan pada bulan pertama
menunjukkan adanya peningkatan secara drastis, kemudian mulai menurun pada
bulan ke-2 sampai ke-5. Peningkatan konsentrasi Fe tanah pada bulan pertama ini
disebabkan karena oksidasi senyawa pirit yang ikut terangkut ke atas saat
pembuataan guludan/surjan. Guna menyeragamkan tinggi genangan air dan kesuburan
tanah di petakan lahan
(tabukan), perlu dilakukan perataan lahan bersamaan dengan
kegiatan pengolahan tanah.
Sistem
sawah-tukungan dianjurkan untuk lahan tipe B atau C sebagaimana sistem surjan
atau pada lahan pada lahan dengan lapisan pirit yang dangkal. Tukungan dibuat
dengan ukuran 1 x 1 m dengan tinggi 60 – 75 cm, kemudian setiap tahun diperlebar
sedikit demi sedikit setiap habis panen sehingga lambat laun akan terlihat seperti surjan. Penggalian tanahnya tidak boleh sampai mengangkat lapisan pirit ke
permukaan tanah. Keuntungan membuat sistem tukungan adalah dapat menghemat tenaga dibandingkan sistem surjan,
walaupun kemudian sistem tukungan ini lambat laun akan dirubah umumnya secara
bertahap menjadi sistem surjan. Gambar 4 menunjukkan ragam penataan lahan
dengan sistem Sawah, Sawah-Surjan dan Sawah-Tukungan.
Gambar
4. Penataan lahan sistem sawah (atas),
siistem Sawah-Surjan (tengah) dan sawah
-tukungan (bawah).
Sementara
sistem tegalan/ kebun dianjurkan pada lahan dengan tipe luapan C atau D karena
lahan ini umumnya tidak terluapi oleh air pasang, namun jika dikehendaki lahan
ini juga dapat ditata sebagai lahan sawah tadah hujan.
3. Pemilihan
Komoditas adaptif dan prospektif
Dengan
penerapan sistem tata air dan penataaan lahan yang sesuai, lahan rawa pasang
surut tidak hanya dapat diperuntukan untuk tanaman padi, namun berbagai
komoditas dapat dikembangkan. Penganekaragam komoditas dapat dilakukan untuk
meningkatkan pendapatan dan mengurangi resiko kegagalan usahatani. Namun
demikian sebelum memilih/ menetapkan komoditas yang akan diusahakan, setidaknya
ada empat pertimbangan yang perlu diperhatikan agar komoditas yang diusahakan
dapat berproduksi secara optimal dan memiliki nialai jual yang cukup tinggi.
Adapun ke empat pertimbangan dimaksud adalah (1) agroteknis, (2) ekonomis, (3)
sosial, dan (4) pemasaran.
Aspek
agroteknis adalah kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan harus menjadi pertimbangan
utama, karena bila tidak, maka tanaman tidak akan menghasilkan secara
optimum. Pengusahaaan tanaman pada lahan
yang kurang sesuai akan memerlukan perlakuan-perlakuan dan penambahan input
tertentu yang akan menambah biaya, sehingga menyebabkan tidak kompetitif dengan
produk sejenis dari daerah lain, atau dengan komoditas saingannya. Teknologi
yang diberikan sedapat mungkin tak terlalu banyak menambah biaya, kalaupun ada
tambahan hasilnya (manfaatnya) akan lebih besar dari tambahan biayanya. Dari pengalaman dan hasil observasi
diberbagai lokasi lahan rawa pasang surut menunjukkan bahwa beberapa komoditas pertanian
yang prospektif baik berupa tanaman pangan (padi dan palawija) maupun tanaman hortikultura (sayur-sayuran
dan buah-buahan) dapat dikembangkan dilahan rawa pasang surut. Sedangkan
pemilihan jenis dan varietasnya disesuaikan dengan preferensi petaninya atau
prospek pasarnya pada wilayah pengembangan.
Selain
tanaman padi pada bagian sawah atau tabukan, dengan sistem surjan tanaman
palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan umbi-umbian bisa dikembangkan pada bagian surjan.
Pada lahan dengan tipe luapan C dan D dengan penataan lahan sistem tegalan,
tanaman palawija dapat dikembangkan khususnya pada pertanaman musim kemarau.
Tanaman hortikultura berupa sayuran
dan buah-buahan semusim
dan tahunan dapat ditanam di lahan rawa pasang surut pada penataan lahan sistem surjan. Tanaman horti buah tahunan seperti jeruk
selain pada penataan sistem surjan juga dapat ditanam pada penataaan lahan
sistem tukungan (gundukan). Tanaman
sayuran yang bisa dikembangkan di lahan rawa
pasang surut adalah tomat, cabai, timun, kacang panjang, pare, terong,
buncis, kubis, lobak, bawang merah, waluh, dan aneka sayuran cabut seperti
sawi, slada, bayam dan kangkung, sedangkan tanaman buah-buahan semusim yang
bisa ditanam adalah semangka, timun dan melon. Mengingat
masalah usahatani tanaman hortikultura cukup banyak serta memerlukan modal dan
tenaga yang besar, maka pemilihan jenis tanaman yang akan diusahakan harus
dilakukan secara sangat selektif termasuk pertimbangan aspek pemasarannya. Tanaman hortikultura tahunan yang
banyak dikembangkan di lahan rawa pasang surut adalah Jeruk siam dan
pisang. Keragaan tanaman palawija maupun
hortikutura yang ditanam pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut dapat
dilihat pada Gambar 5, 6 dn 7.
Gambar
5. Keragaan tanaman palawija (Kacang Tanah, Kedelai, Kacang Ijo danJagung) yang
ditanam pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut
Gambar
6. Keragaan aneka komoditi hortikultura (sayuran dan buah-buahan) yang dapat
dikembangkan pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut.
Gambar
7. Keragaan tanaman padi dan Jeruk pada sistem surjan di lahan rawa pasang
surut.
Dari
segi ekonomis yang harus dipertimbangkan menyangkut pada: (1) kemampuan tanaman
memberikan keuntungan pada petani dan (2) harga komoditas.
Dari
aspek sosial yang paling utama perlu dipertimbangkan adalah ketersediaan tenaga kerja pada wilahah pengembangan. Banyak komoditas
terutama jenis hortikultura dan tahapan pekerjaan tertentu dalam usahatani
untuk mendapatkan hasil yang optimal masih harus ditangani secara manual. Oleh
karenanya banyak jenis tanaman atau luasannya yang dapat diusahakan perlu
disesuaikan kemampuan petani.
Pemasaran merupakann faktor yang sangat penting untuk
dipertimbangkan dalam memilih komoditas yang akan dikembangkan di lahan rawa
pasang surut. Banyak komoditas yang dapat diusahakan di lahan rawa pasang surut
tetapi memasarkannya merupakan persoalan besar dan mengakibatkan suatu
komoditas yang tadinya memiliki nilai ekonomi tinggi menjadi tak bernilai
ekonomi. Oleh karenanya dalam hubungannya dengan pemilihan komoditas dari segi
pemasaran ini, sebaiknya dipilih komoditas yang sudah memiliki pasar, sambil
merekayasa pasar untuk komoditas yang belum pernah ada, sehingga pasar belum
terbentuk.
4.
PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA YANG
SESUAI
Selain dari faktor pengelolaan air, penataan
lahan, pemilihan komoditas yang adaptif dan prospektif, penerapan teknologi
budidaya sesuai komodtias harus dilakukan dalam upaya untuk mengoptialkan
produktivitas lahan rawa. Teknologi budidaya dimaksud meliputi penyiapan lahan,
pemberian bahan amelioran, penggunaan varietas yang adaptif, pemupukan,
pengaturan tanam, pemberantasan hama penyakit dan lain-lain.
Penyiapan
lahan adalah kegiatan penebasan dan atau pembersihan rerumputan serta pengolahan
tanah, yang ditujukan agar lahan menjadi rata dan lebih seragam serta
memberikan media tumbuh yang baik bagi perakaran tanaman. Pada lahan yang baru dilakukan penataan
dengan sistem surjan, untuk menyeragamkan tinggi genangan air dan kesuburan tanah di bagian tabukan, perlu dilakukan
perataan lahan bersamaan dengan kegiatan pengolahan tanah. Dengan
demikian, penanaman dapat dilakukan lebih mudah dan hasilnya lebih baik.
Sebelum
melakukan penanaman, tanaman padi dan hortikultura umumnya terlebih dahulu
disemaikan walaupun padi juga dapat ditanam dengan cara tanam benih langsung,
sedangkan tanaman palawija baik jagung maupun jenis kacang-kacangan umumnya
tanam langsung. Persemaian untuk tanaman padi dapat dilakukan pada lahan kering
yang tanahnya digemburkan atau lahan basah dengan kondisi airnya macak-macak.
Kepadatan benih 100-150 g/m2 dan setelah umur 21 hari dapat ditanam
dilahan sawah. Penyemaian untuk tanaman hortikultura dilakukan secara kering di
lahan yang letaknya agak tinggi, dan kemudian setelah berumur 7 – 10 hari
dipindah kedalam polibag kecil. Dan ditata dengan teratur diatas rak atau
ditempat teduh Penanaman dilakukan
dengan cara tanam pindah untuk padi sawah dan beberapa jenis sayuran atau tanam
benih langsung untuk palawija.
Sebelum
melakukan penaman, mengingat tanah di lahan dilahan rawa pasang surut pada
umumnya memiliki keragaman tanah yang tinggi dengan tingkat kesuburan tanahnya
umumnya rendah dan pH 4 – 5 maka diperlukan
pemberian bahan ameliorasi dan pemupukan untuk meningkatkan hasil
tanamannya. Takaran bahan ameliorasi diperlukan
umumnya 1.000 kg/ha untuk bukaan baru dan 500 kg/ha untuk lahan yang sudah
biasa ditanami dan pupuk yang diperlukan sangat tergantung pada tingkat
kesuburan tanah dan varietas yang ditanam sehingga untuk pemberian pupuk yang
tepat dan efisien sebaiknya dilakukan uji tanah di setiap wilayah pengembangan
Gulma, hama dan penyakit merupakan masalah dalam
pengembangan usahatani tanaman
di lahan rawa pasang surut. Gulma atau
rerumputan di lahan rawa
pasang surut tumbuh subur dan berkembang cepat. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan
penyiangan (manual) atau dengan
aplikasi herbisida efektif, maupun kombinasi keduanya. Hama utama tanaman khususnya padi adalah tikus
dan penggerek batang padi putih serta ulat
daun dan buah untuk sayuran.
Serangan hama tikus umumnya terjadi pada saat tanaman memasuki fase
bunting, sehingga upaya pengendalian dini sangat bermanfaat dalam menurunkan
populasi tikus. Pada dasarnya
pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara terpadu menggunakan teknologi
PHT melalui penggunaan varietas tahan, musuh alami, penerapan teknik budidaya
yang baik dan sanitasi lingkungan sedangkan penggunaan pestisida kimiawi dilakukan
sebagai tindakan terakhir. Untuk menunjang
keberhasilan pengendalian hama dan penyakit ini sangat diperlukan partisipasi
aktif petani dan dukungan aparat pemerintah serta sarana dan prasarana
penunjang yang memadai.
Penanganan panen dan pasca panen merupakan faktor penting
dalam mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan mutu hasil baik padi, palawija maupun tanaman
hortikultura. Penentuan saat panen serta cara panen dan pengelolaan pasca
panen yang tepat melalui penggunaan alsintan ataupun manual perla dilakukan
guna meningkatkan mutu hasil yang
baik. Untuk tanaman padi saat panen yang
tepat adalah saat gabah padi telah dalam fase masak fisiologis, yaitu hampir
semua gabah matang. Panen hendaknya dilakukan
dengan sabit bergerigi. Perontokan hasil
dilakukan dengan mesin perontok (power thresher) atau
digebot untuk padi, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau, sedangkan untuk
jagung dengan mesin pemipil jagung. Pengeringan
hasil dilakukan secepatnya, baik dengan dijemur maupun menggunakan mesin
pengering (dryer) tergantung ketersediaannya. Untuk menjaga kualitas hasil agar tetap baik
dan tidak dimakan hama atau terinfeksi jamur, hasil pertanian tersebut perlu
disimpan pada tempat penyimpanan yang baik.
PENUTUP
Lahan rawa pasang surut merupakan salah satu sumberday lahan yang walaupun tergolong lahan
marginal namun
memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan pertanian khususnya untuk
pengembangan tanaman pangan. Kemarginalan lahan rawa pasang surut dapat
diatasi dengan 4 kunci sukses pengelolaan, yaitu pengelolaan air, penataan
lahan, pemilihan komoditas yang adaptif dan prospektifi dan penerapan teknik
budidaya yang sesuai. Dengan penerapan 4 kunci sukses pengelolaan lahan tersebut,
lahan rawa pasang surut dapat dikelola dengan baik dan akan memberikan potensi
yang tidak kalan dengan lahan-lahaan subur lainnya yang selama ini banyak
dimanfaatkan untuk usaha pertanian serta kelestarian usaha tani dapat berjalan
dengan baik.