Sabtu, 28 September 2013

EMPAT KUNCI SUKSES PENGELOLAAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK USAHA PERTANIAN BERKELANJUTAN


EMPAT KUNCI SUKSES PENGELOLAAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK USAHA PERTANIAN BERKELANJUTAN

Suryanto Saragih
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA)
Jl Kebun Karet, Lotabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan,
E-mail: saragihsijabat@gmail.com
Tilp/fax: 0511 4772534, HP: 08125005379

LATAR BELAKANG
Lahan rawa pasang surut merupakan lahan marginal yang memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan pertanian khususnya untuk pengembangan tanaman pangan.  Luas lahan ini di Indonesia diperkirakan mencapai 20,11 juta hektar, sekitar 9,53 juta hektar diantaranya berpotensi sebagai areal pertanian, sudah direklamasi sekitar 4,186 juta hektar sehingga diperkirakan masih tersedia 5,344 juta hektar yang bisa dimanfaatkan menjadi areal pertanian, sedangkan dari 4.186 juta ha yang telah direklamasi juga belum dimanfaatkan secara maksimal.
Sebagai lahan marginal, memanfaatkan lahan rawa pasang surut untuk usaha pertanian memang tidak semudah memanfaatkan lahan-lahan subur yang selama ini banyak dimnfaatkan untuk usaha pertanian seperi lahan irigasi dan lainnya. Salah satu dai ciri kemarginalan lahan ini adalah tingkat kemasaman tanah yang tinggi (pH < 4),  kandungan besi (Fe2+) cukup tinggi dan lapisan pirit yang dangkal. Oleh karenanya dalam mengelola lahan ini menjadi lahan pertanian terlebih dahulu  harus ketahui sifat dan karakteristiknya yang khas tersebut. Jika salah kelola akan berakibat fatal dan memerlukan biaya dan waktu yang lama untuk memperbaikinya.
Ada 4 kunci sukses  pengelolaan lahan rawa yang selain dapat meningkatkan produktivitasnya juga dapat melestarikan kesuburan tanah sehingga pertanian berkelajutan (sustainable agricultural) dapat dicapai. Adapun keempat kunci sukses dimaksud adalah: (1) Pengelolaan air; (2) Penataan lahan; (3) Pemilihan Komoditas adaptif dan prospektif dan (4) Penerapan teknologi budidaya yang sesuai.

1.   PENGELOLAAN AIR
Kunci utama keberhasilan pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk pertanian adalah pengelolaan air’. Sistem pengelolaan air yang sesuai di lahan pasang surut adalah sistem satu arah pada lahan-lahan tipe A dan B, dan sistem konservasi pada lahan tipe C dan D. Secara specifik pengelolaan air di lahan pasang surut bertujuan untuk : (1) Memenuhi kebutuhan air pada penyiapan lahan,  (2) Memenuhi kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman, (3) Memberikan suasana kelembaban yang ideal bagi pertumbuhan tanaman dengan  mengatur tinggi muka air tanah, (4) Memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah dengan cara mencuci zat-zat yang bersifat meracun bagi tanaman, (5) Mengurangi semaksimal mungkin terjadinya oksidasi pirit pada tanah sulfat; (6) Mencegah terjadinya proses kering tak balik pada gambut, (7) Mencegah terjadinya penurunan permukaan tanah (subsidence) terlalu cepat; dan (8) Mencegah masuknya air asin ke petakan lahan.
Penerapan sistem tata air satu arah pada lahan tipe luapan A dan B dapat dilakukan dengan menggunakan pintu air otomatis pada tingkat saluran sekunder/ tersier yang berfungsi untuk memisahkan fungsi saluran antara sekunder/tersier untuk saluran irigasi dan untuk saluran drainase. Air masuk pada saat pasang masuk melalui saluran irigasi dengan mendorong pintu air otomatis, sementara pintu pada saluran sekunder/tersier drainase akan tertutup. Sebaliknya pada saat air surut, pintu air pada saluran sekunder/tersier irigasi akan tertutup akibat dorongan air balik, sementara pada saluran sekunder/tersier drainase arus air balik akan mendorong pintu air menjadi terbuka sehingga air bebas keluar. Dengan demikian sirkulasi air pada tingkat lahan pertanaman dan pencucian dapat berlangsung dengan baik (Gambar 1) dan model pintu otomastis seperti pada Gambar 2.
  


 Gambar 1. Denah model pengelolaan air satu arah di lahan rawa pasang surut.



  



 Gambar 2. Model Pintu air Otomatis pada saluran sekunder/tersier.

Pada lahan dengan tipe C dan D pengelolaan air dilakukan dengan sistem konservasi dengan menggunakan Tabat. Pada awal musim penghujan, tabat dibiarkan terbuka dengan tujuan agar air hujan yang jatuh setempat akan mendorong racun-racun hasil oksidasi besi selama musim kemarau. Setelah puncak musim hujan tabat dipasang agar air hujan insitu dapat dipertahankan pada tingkat lahan maupun pada saluran dan watertable (muka air tanah) dapat dipertahankan tinggi agar oksidasi lapisan pirit dapat dicegah. Tabat dapat dibuat dari beton dengan pintu dari lembaran papan  atau tabat sederhana dari papan (Gambar 3). Untuk mempertahankan tinggi air pada tingkat saluran maupun lahan dapat disetel dari tinggi papan yang dipasang.


2.      Penataan Lahan
Guna mengoptimalkan pengembangan lahan rawa pasng surut untuk usaha pertanian yang sekaligus meningkatkan diversifikasi hasil pertanian dan pendapatan, maka perlu dilakukan penataan lahan.  Adapun tujuan penataan lahan adalah untuk : (1) mengurangi resiko kegagalan total dalam usaha tani; (2) meningkatkan keragaman usaha tani melalui difersifikasi tanaman; (3) meningkatkan pendapatan usaha tani melalui difersifikasi tanaman; (4) mempertahankan kesuburan tanah. Penataan lahan di lahan rawa pasang surut dapat dilakukan berdasarkan kepentingan dan keadaan tipologi lahan.





Gambar 3. Model pintu tabat pada lahan tipe C dan D.
(1) Tabat dari beton pada tingkat saluran sekunder/tersier; (2) Tabat sederhana dari Kayu Ulin pada tingkat saluran tersier/kuarter

Dikenal ada 4 model penataan lahan, yaitu (1) sistem sawah; (2) Sawah – Surjan; (3) Sawah – Tukungan; dan (4) tegalan/kebun. Jenis penataan lahan yang akan diterapkan harus disesuaikan dengan tipe luapan dan tipologi lahan. Penataan lahan dengan sistem sawah dianjurkan untuk lahan-lahan yang termasuk dalam tipe luapan A atau dekat dengan muara sungai dimana luapan pasang baik pasang besar (pasang tunggal) maupun  pasang kecil (pasang ganda) terasa hingga lahan pertanaman atau pada lahan dengan kedalaman pirit dngkal (< 50 cm).
Penataan lahan dengan sistem Sawah – Surjan  dianjurkan pada lahan baik tipe luapan A, B, dan C dengan catatan memiliki kedalaman pirit > 60 cm.     Surjan dibuat dengan cara meninggikan sebagian lahan  dengan menggali atau mengeruk tanah di sekitarnya. Bagian lahan yang ditinggikan disebut tembokan (raise beds), sedang wilayah yang digali atau di bawah disebut tabukan (sunkens beds).  Lebar tembokan dibuat sekitar 2-3  m dan tinggi 0,50-0,75 m,  sedangkan tabukan dibuat dengan lebar 8-15 m. Pada sisi kiri dan kanan surjan sebaiknya dibuat saluran dengan lebar 0,5 m dan kedalaman 0,5 m yang akan berfungsi menjaga kelembaban surjan atau tempat pengambilan air untuk menyiram tanaman disurjan pada saat diperlukan. Setiap hektar lahan dapat dibuat sekitar 6-10 tembokan (sekitar 0,06 – 0,12 % total lahan) dan 5-9 tabukan. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa konsentrasi Fe tanah pada surjan dengan jarak antar surjan 9; 11 dan 14 m tidak berbeda. Konsentrasi Fe tanah  pada sistem guludan pada bulan pertama menunjukkan adanya peningkatan secara drastis, kemudian mulai menurun pada bulan ke-2 sampai ke-5. Peningkatan konsentrasi Fe tanah pada bulan pertama ini disebabkan karena oksidasi senyawa pirit yang ikut terangkut ke atas saat pembuataan guludan/surjan. Guna menyeragamkan tinggi genangan air dan kesuburan tanah di petakan lahan (tabukan), perlu dilakukan perataan lahan bersamaan dengan kegiatan pengolahan tanah. 
Sistem sawah-tukungan dianjurkan untuk lahan tipe B atau C sebagaimana sistem surjan atau pada lahan pada lahan dengan lapisan pirit yang dangkal. Tukungan dibuat dengan ukuran 1 x 1 m dengan tinggi 60 – 75 cm, kemudian setiap tahun diperlebar sedikit demi sedikit setiap habis panen sehingga lambat laun akan terlihat seperti surjan. Penggalian tanahnya tidak boleh sampai mengangkat lapisan pirit ke permukaan tanah. Keuntungan membuat sistem tukungan adalah dapat menghemat tenaga dibandingkan sistem surjan, walaupun kemudian sistem tukungan ini lambat laun akan dirubah umumnya secara bertahap menjadi sistem surjan. Gambar 4 menunjukkan ragam penataan lahan dengan sistem Sawah, Sawah-Surjan dan Sawah-Tukungan.



   
Gambar 4.  Penataan lahan sistem sawah (atas), siistem  Sawah-Surjan (tengah) dan sawah -tukungan (bawah).

Sementara sistem tegalan/ kebun dianjurkan pada lahan dengan tipe luapan C atau D karena lahan ini umumnya tidak terluapi oleh air pasang, namun jika dikehendaki lahan ini juga dapat ditata sebagai lahan sawah tadah hujan.

3.   Pemilihan Komoditas adaptif dan prospektif
Dengan penerapan sistem tata air dan penataaan lahan yang sesuai, lahan rawa pasang surut tidak hanya dapat diperuntukan untuk tanaman padi, namun berbagai komoditas dapat dikembangkan. Penganekaragam komoditas dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi resiko kegagalan usahatani. Namun demikian sebelum memilih/ menetapkan komoditas yang akan diusahakan, setidaknya ada empat pertimbangan yang perlu diperhatikan agar komoditas yang diusahakan dapat berproduksi secara optimal dan memiliki nialai jual yang cukup tinggi. Adapun ke empat pertimbangan dimaksud adalah (1) agroteknis, (2) ekonomis, (3) sosial, dan (4) pemasaran.
Aspek agroteknis adalah kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan harus menjadi pertimbangan utama, karena bila tidak, maka tanaman tidak akan menghasilkan secara optimum.  Pengusahaaan tanaman pada lahan yang kurang sesuai akan memerlukan perlakuan-perlakuan dan penambahan input tertentu yang akan menambah biaya, sehingga menyebabkan tidak kompetitif dengan produk sejenis dari daerah lain, atau dengan komoditas saingannya. Teknologi yang diberikan sedapat mungkin tak terlalu banyak menambah biaya, kalaupun ada tambahan hasilnya (manfaatnya) akan lebih besar dari tambahan biayanya.  Dari pengalaman dan hasil observasi diberbagai lokasi lahan rawa pasang surut menunjukkan bahwa beberapa komoditas pertanian yang prospektif baik berupa tanaman pangan (padi dan palawija)  maupun tanaman hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan) dapat dikembangkan dilahan rawa pasang surut. Sedangkan pemilihan jenis dan varietasnya disesuaikan dengan preferensi petaninya atau prospek pasarnya pada wilayah pengembangan.
Selain tanaman padi pada bagian sawah atau tabukan, dengan sistem surjan tanaman palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan umbi-umbian bisa dikembangkan pada bagian surjan. Pada lahan dengan tipe luapan C dan D dengan penataan lahan sistem tegalan, tanaman palawija dapat dikembangkan khususnya pada pertanaman musim kemarau.
Tanaman hortikultura berupa sayuran dan buah-buahan semusim dan tahunan dapat ditanam di lahan rawa pasang surut pada penataan lahan sistem surjan.  Tanaman horti buah tahunan seperti jeruk selain pada penataan sistem surjan juga dapat ditanam pada penataaan lahan sistem tukungan (gundukan).  Tanaman sayuran yang bisa dikembangkan di lahan rawa pasang surut adalah tomat, cabai, timun, kacang panjang, pare, terong, buncis, kubis, lobak, bawang merah, waluh, dan aneka sayuran cabut seperti sawi, slada, bayam dan kangkung, sedangkan tanaman buah-buahan semusim yang bisa ditanam adalah semangka, timun dan melon.  Mengingat masalah usahatani tanaman hortikultura cukup banyak serta memerlukan modal dan tenaga yang besar, maka pemilihan jenis tanaman yang akan diusahakan harus dilakukan secara sangat selektif termasuk pertimbangan aspek pemasarannya. Tanaman hortikultura tahunan yang banyak dikembangkan di lahan rawa pasang surut adalah Jeruk siam dan pisang.  Keragaan tanaman palawija maupun hortikutura yang ditanam pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut dapat dilihat pada Gambar 5, 6 dn 7.

  

  
Gambar 5. Keragaan tanaman palawija (Kacang Tanah, Kedelai, Kacang Ijo danJagung) yang ditanam pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut


Gambar 6. Keragaan aneka komoditi hortikultura (sayuran dan buah-buahan) yang dapat dikembangkan pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut.





Gambar 7. Keragaan tanaman padi dan Jeruk pada sistem surjan di lahan rawa pasang surut.

Dari segi ekonomis yang harus dipertimbangkan menyangkut pada: (1) kemampuan tanaman memberikan keuntungan pada petani dan (2) harga komoditas.
Dari aspek sosial yang paling utama perlu dipertimbangkan  adalah ketersediaan tenaga kerja  pada wilahah pengembangan. Banyak komoditas terutama jenis hortikultura dan tahapan pekerjaan tertentu dalam usahatani untuk mendapatkan hasil yang optimal masih harus ditangani secara manual. Oleh karenanya banyak jenis tanaman atau luasannya yang dapat diusahakan perlu disesuaikan kemampuan petani.
            Pemasaran merupakann faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam memilih komoditas yang akan dikembangkan di lahan rawa pasang surut. Banyak komoditas yang dapat diusahakan di lahan rawa pasang surut tetapi memasarkannya merupakan persoalan besar dan mengakibatkan suatu komoditas yang tadinya memiliki nilai ekonomi tinggi menjadi tak bernilai ekonomi. Oleh karenanya dalam hubungannya dengan pemilihan komoditas dari segi pemasaran ini, sebaiknya dipilih komoditas yang sudah memiliki pasar, sambil merekayasa pasar untuk komoditas yang belum pernah ada, sehingga pasar belum terbentuk.

4.      PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA YANG SESUAI

 Selain dari faktor pengelolaan air, penataan lahan, pemilihan komoditas yang adaptif dan prospektif, penerapan teknologi budidaya sesuai komodtias harus dilakukan dalam upaya untuk mengoptialkan produktivitas lahan rawa. Teknologi budidaya dimaksud meliputi penyiapan lahan, pemberian bahan amelioran, penggunaan varietas yang adaptif, pemupukan, pengaturan tanam, pemberantasan hama penyakit dan lain-lain.
Penyiapan lahan adalah kegiatan penebasan dan atau pembersihan rerumputan serta pengo­lahan tanah, yang ditujukan agar lahan menjadi rata dan lebih seragam serta memberikan media tumbuh yang baik bagi perakaran tanaman.  Pada lahan yang baru dilakukan penataan dengan sistem surjan, untuk menyeragamkan tinggi genangan air dan kesuburan tanah di bagian tabukan, perlu dilakukan perataan lahan bersamaan dengan kegiatan pengolahan tanah.  Dengan demikian, penanaman dapat dilakukan lebih mudah dan hasilnya lebih baik. 
Sebelum melakukan penanaman, tanaman padi dan hortikultura umumnya terlebih dahulu disemaikan walaupun padi juga dapat ditanam dengan cara tanam benih langsung, sedangkan tanaman palawija baik jagung maupun jenis kacang-kacangan umumnya tanam langsung. Persemaian untuk tanaman padi dapat dilakukan pada lahan kering yang tanahnya digemburkan atau lahan basah dengan kondisi airnya macak-macak. Kepadatan benih 100-150 g/m2 dan setelah umur 21 hari dapat ditanam dilahan sawah. Penyemaian untuk tanaman hortikultura dilakukan secara kering di lahan yang letaknya agak tinggi, dan kemudian setelah berumur 7 – 10 hari dipindah kedalam polibag kecil. Dan ditata dengan teratur diatas rak atau ditempat teduh  Penanaman dilakukan dengan cara tanam pindah untuk padi sawah dan beberapa jenis sayuran atau tanam benih langsung untuk palawija.
Sebelum melakukan penaman, mengingat tanah di lahan dilahan rawa pasang surut pada umumnya memiliki keragaman tanah yang tinggi dengan tingkat kesuburan tanahnya umumnya rendah dan pH 4 – 5 maka  diperlukan pemberian bahan ameliorasi dan pemupukan untuk meningkatkan hasil tanamannya.  Takaran bahan ameliorasi diperlukan umumnya 1.000 kg/ha untuk bukaan baru dan 500 kg/ha untuk lahan yang sudah biasa ditanami dan pupuk yang diperlukan sangat tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan varietas yang ditanam sehingga untuk pemberian pupuk yang tepat dan efisien sebaiknya dilakukan uji tanah di setiap wilayah pengembangan
Gulma, hama dan penyakit merupakan masalah dalam pengembangan usahatani tanaman di lahan rawa pasang surut.  Gulma atau rerumputan di lahan rawa pasang surut tumbuh subur dan berkembang cepat.   Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan penyiangan (manual) atau dengan aplikasi herbisida efektif, maupun kombinasi keduanya.  Hama utama tanaman khususnya padi adalah tikus dan penggerek batang padi putih serta ulat daun dan buah untuk sayuran.  Serangan hama tikus umumnya terjadi pada saat tanaman memasuki fase bunting, sehingga upaya pengendalian dini sangat bermanfaat dalam menurunkan populasi tikus.  Pada dasarnya pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara terpadu menggunakan teknologi PHT melalui penggunaan varietas tahan, musuh alami, penerapan teknik budidaya yang baik dan sanitasi lingkungan sedangkan penggunaan pestisida kimiawi dilakukan sebagai tindakan terakhir.  Untuk menunjang keberhasilan pengendalian hama dan penyakit ini sangat diperlukan partisipasi aktif petani dan dukungan aparat pemerintah serta sarana dan prasarana penunjang yang memadai.
Penanganan panen dan pasca panen merupakan faktor penting dalam mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan mutu hasil baik padi, palawija maupun tanaman hortikultura. Penentuan saat panen serta cara panen dan pengelolaan pasca panen yang tepat melalui penggunaan alsintan ataupun manual perla dilakukan guna meningkatkan mutu hasil yang baik.  Untuk tanaman padi saat panen yang tepat adalah saat gabah padi telah dalam fase masak fisiologis, yaitu hampir semua gabah matang.  Panen hendaknya dilakukan dengan sabit bergerigi.  Perontokan hasil dilakukan dengan mesin perontok (power thresher) atau digebot untuk padi, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau, sedangkan untuk jagung dengan mesin pemipil jagung.  Pengeringan hasil dilakukan secepatnya, baik dengan dijemur maupun menggunakan mesin pengering (dryer) tergantung ketersediaannya.  Untuk menjaga kualitas hasil agar tetap baik dan tidak dimakan hama atau terinfeksi jamur, hasil pertanian tersebut perlu disimpan pada tempat penyimpanan yang baik.

PENUTUP
Lahan rawa pasang surut merupakan salah satu sumberday lahan yang walaupun tergolong lahan marginal namun memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan pertanian khususnya untuk pengembangan tanaman pangan.  Kemarginalan lahan rawa pasang surut dapat diatasi dengan 4 kunci sukses pengelolaan, yaitu pengelolaan air, penataan lahan, pemilihan komoditas yang adaptif dan prospektifi dan penerapan teknik budidaya yang sesuai. Dengan penerapan 4 kunci sukses pengelolaan lahan tersebut, lahan rawa pasang surut dapat dikelola dengan baik dan akan memberikan potensi yang tidak kalan dengan lahan-lahaan subur lainnya yang selama ini banyak dimanfaatkan untuk usaha pertanian serta kelestarian usaha tani dapat berjalan dengan baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar